Apa kamu pernah coba berbicara dengan seseorang yang begitu pendiam ? Sangking pendiamnya sampai terkadang dia tidak mengeluarkan sepatah katapun untuk menanggapi perkataan yang kita lontarkan. Satu-satunya tanda bahwa dia paham apa yang kita katakan hanyalah dengan melihat tatapan matanya yang menhindari tatapan kita, bibir yang mencibir saat mendengarkan suatu nasehat, tangan yang bergerak untuk menopang dagunya untuk menandakan kebosanan.
Bukan berarti mereka sama sekali tidak mendengar, kadang2 belalakan mata menunjukkan keterkejutan, atau alis yang berkerut dengan tatapan tajam tanda ketidak setujuan, menunjukkan bahwa mereka tetap berkomunikasi, walaupun tidak ada kata-kata yang keluar.
Berkomunikasi seperti itu terkadang melelahkan dan butuh kesabaran yang tinggi. Tetapi dibandingkan kata-kata yang mudah untuk dimanipulasi oleh lidah tak bertulang. Metode komunikasi seperti ini terkadang terasa penuh kejujuran.
Where am I going with this ? Seperti inilah kita berkomunikasi dengan tuhan. Ketika kita begitu banyak berkata-kata, memohon ampun, sumpah serapah, memaki-maki melihat keinginan yang tidak terwujud atau derita di dunia ini yang seakan-akan tiada akhir. Begitu lelah kita meminta, berkata-kata, meraung-raung, tetapi seakan tidak ada jawaban, hanya kekosongan yang ada di atas sana, hampa, nothing exists.
Seperti apa yang gw angkat diawal, terkadang komunikasi itu tidak selalu seperti yang kita inginkan. Ketika tidak ada suara menjawab, mungkin kita lah yang tidak mengerti bahasanya. Kita hanya perlu sedikit lepas dari ke-egoisan diri. Untuk tidak berpikir mengenai sesuati dari our own term and view saja. Mungkin jawaban itu sudah ada di sekitar kita, tapi kitanya kurang awas melihat senyuman , tatapan atau kerutan alis dari alam ini.
Saat ini yang gw pahami untuk mulai memahami bahasa ini adalah dengan menghentikan singularity dari flow waktu kita. Disaat alur yang terlihat hanyalah alur kehidupan dunia saja, baik itu pekerjaan, karir, hobi, anak , istri , dsb. Disaat diwaktu ibadah, sholat badan bergerak tetapi pikiran kita tidak lepas dari apa yang sedang dan akan dikerjakan setelah sholat. Cobalah untuk berhenti sejenak di akhir sholat, untuk beristigfar, bukan sekedar bertasbih sesuai rutinitas. Tapi menghentikan waktu yang berputar di dunia ini, sampai disaat kata-kata istigfar berhasil menyelubungi diri kita, memberikan kesendirian dari dunia untuk sejenak. Dan at that brief moment in time. Kita bisa melihat diri kita sendiri, alam sekitar dan kejadian2 yang terjadi, dengan bahasa dan pemahaman yang berbeda.
~FD
No comments:
Post a Comment