Pages

Friday, November 17, 2006

Same old things

Baru-baru ini di salah satu milis yang gw ikutin, salah satu topik lama mulai mencuat kembali. Permasalahan BBM dan Subsidinya. Udah topik basi sih, dan sebetulnya gw paling males mengkomentari hal gak berujung seperti ini. Tapi ada satu kalimat di salah satu respon yang membuat sel-sel kelabu otak gw mulai bekerja.

Permasalahan yang diangkat adalah nilai pertamax yang sekarang sudah 4.850. Hanya berbeda 350 dengan nilai premium bersubsidi (4.500). Dengan perhitungan sederhana antara harga dengan nilai oktan masing-masing produk. Seharusnya nilai premium bersubsidi dibawah 4.500. (kalau gak salah dengan cara perhitungan yang sama, nilainya sekitar 4.350). Kalo benar itu nilai sesungguhnya jadi sebenernya yang di subsidi itu apa ?? Kalau salah, perhitungan sebenarnya gimana?

Bla.. bla.. bla.. Berbagai argumen bermunculan. Tetapi satu kalimat telah berhasil dengan sukses membuat gw terpaksa mengkomentari.
"Udah kalau mau gampang, cabut aja subsidi premium. Serahkan aja ke mekanisme pasar seperti pertamax. Beres."
Memangnya bener yah semudah itu ?? Yang terpikir oleh gw bakal terjadi chaos, karena ekonomi kita belum sestabil itu. But the idea is intriguing.

Yang pertama gw rasa proses pencabutan subsidi tidak segampang itu. Prosesnya panjang, perlu persetujuan DPR , MPR, pertimbangan dampak yang akan timbul dll. Selain itu nilai minyak yang sekarang turun ini gak bisa dijadikan alasan yang cukup kuat untuk mencabut subsidi. Karena jangka waktunya terlalu pendek untuk mencerminkan harga minyak yang sesungguhnya.

Lalu apakah berarti subsidi gak bakal pernah dihapus ? Kalo menurut gw sih "Akan".

Jadi begini, apa sih efek dari pencabutan subsidi. Toh hanya akan mempengaruhi mobil-mobil ? sepertinya tidak se-signifikan itu.

Efek yang paling krusial dari pencabutan subsidi BBM sebenarnya adalah pengaruhnya terhadap jalur distribusi. Karena hampir semua jalur distribusi kebutuhan dasar kita, masih mengandalkan BBM. LPG masih dibawa dari pertamina ke mini fillingplant dengan truk2 berkendaraan BBM. Pembangkit Listrik di negara kita masih banyak yang menggunakan BBM. Transportasi jangan ditanya lagi.

Kemungkinan terbesar subsidi BBM bisa dicabut adalah saat ketergantungan jalur distribusi kita sudah berkurang. Di saat infrastruktur pipa-pipa gas yang menyalurkan gas alam langsung kerumah-rumah sudah banyak tersedia. Saat pembangkit listrik tenaga gas alam, batu bara, nuklir telah selesai dibuat. Setelah transportasi masal berbasis energi alternatif sudah mulai berjalan. Itulah saat yang paling tepat untuk mencabut subsidi. Efeknya mungkin masih tetap signifikan. Tetapi setidaknya bisa ditekan sehingga faktor pengali-nya tidak sebesar dulu.

Lalu subsidi yang dicabut akan dikemanakan ? Dipindahkan ke sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan. Kalau menurut gw sih sebagian kecil bisa dipindahkan. Tetapi sebagian besar masih dipergunakan sebagai subsidi bahan bakaal alternatif seperti bio gas dan bio diesel. Sehingga memiliki nilai lebih dibanding BBM yang sudah tidak disubsidi. Sehingga dengan cara ini tingkat konsumsi BBM murni bisa ditekan, serta menumbuhkan lapangan pekerjaan dan investasi baru.

Kalo benar terjadi seperti itu, mungkin untuk kali ini bapak-bapak di DPR, MPR dan pemerintahan untuk kali ini bertindak dengan benar. Tapi biasanya sih ada salah satu pihak yang lebih mementingkan ego-nya daripada kesejahteraan bangsa.

Well thats enough for my first rant. Glad to get it out of my head.

No comments: