Pages

Friday, July 27, 2007

H

Hari ini jadi the toughest day. Soalnya ke beberapa tempat, pamitan sama orang-orang face to face tanpa Instant Messaging :P

Agak bingung juga jadi pusat perhatian gitu, kalo yang terlalu banyak orang dan gak bener-bener deket gw lewatin karena grogi :P Sebagian besar sih ngucapin selamat jalan dan semoga sukses. Lumayan supportif soalnya dah 3 tahun di sini dan banyak interaksi sama mereka. Kalo di pikir 3 tahun itu sama aja seperti waktu yang di lalui di smp dan sma. Dan meninggalkan environment dan orang-orang yang lu kenal seperti itu selama tenggang 3 tahun memang gak gampang.

Paling berat waktu ketemu kepala cabang. Walaupun gak terlalu sering interaksi , tetapi orangnya baik, care sama anak buahnya.

Dia bilang , "tunggu aja dulu, sebentar lagi".

"Iya bu, ini aja udah di tunda , dari akhir mei jadi akhir juli"

"Iya sih, yah mudah-mudahan kamu bisa berkembang jauh lebih baik dari di sini, semoga sukses disana yah", katanya sambil menjabat tangan gw.

good person, but life goes on.

Satu hal yang baru gw ketahui akhir-akhir ini. Hubungan yang baik antara atasan dan bawahan ternyata pengaruhnya besar sekali. Beberapa temen gw disini, ternyata paham bagaimana keadaan mereka kurang menguntungkan. Alasan mereka stay sangat mengugah, katanya mereka baru keluar menunggu si ibu (kepala cabang) pensiun dulu. Wah.. hebat sekali orang-orang itu.

Keberuntungan berada di indonesia, ternyata value-value seperti masih ada. Yah tetapi kalau ada tawaran yang bener-bener tidak ditolak its fair for them to take it. Tetapi, disaat pilihannya berimbang, ternyata mereka lebih memilih stay dengan alasan itu :)

Hehehe mudah-mudahan gw tetap ingat hal-hal seperti ini di masa depan.

~ Good Bye ~

Thursday, July 26, 2007

H-1

Besok jadi hari terakhir gw kerja di sini. Gw selalu membenci saat-saat seperti ini. Ngucapin perpisahan sama orang2 yang dah lama kerja, mengulang2 alasan berhenti kerja dan menjelaskan tempat kerja baru.

Yah urusan sopan-sopanan, trivial , tetapi perlu. Biar bagaimana kita ini manusia, kan mahluk sosial. You'll never know what will happen in the future :)

Di perusahaan gw ini, pelajaran yang paling gw inget adalah, gak cukup untuk hanya membuat 'a good software'. Aspek-aspek non teknis berpengaruh besar, apalagi pada tahap maintenance. Mungkin bagi orang-orang yang terbiasa dengan sistem proyek doang bakal kelewatan hal-hal seperti ini. Dan itu juga yang membuat orang-orang proyek rentan dengan sindrom 1.0 :P

Ada beberapa point penting berdasarkan pengalaman gw :

1. Lu harus memblokade sistem lu sebaik mungkin.

Sistem biasanya dibuat berdasarkan asumsi-asumsi, soalnya kalo dibatesin dengan asumsi-asumsi ini domainnya bisa terlalu besar dan sistemnya gak kelar-kelar dikerjain. Nah yang jadi pitfall-nya , kadang-kadang asumsi itu sekedar ada di kepala developernya, di dalam dokumentasi, atau bahkan di first generation user aja.

Somewhere along the way, pasti ada aja user yang miss tentang asumsi itu. Nah kalo sistem-nya tidak menjaga asumsi-asumsi itu dengan ketat. Di saat terjadi masalah itu, membetulkan data yang salah akan lebih merepotkan daripada berusaha menjaganya.

Biasanya problem seperti ini muncul setelah sistem berjalan 3-6 bulan. Orang-orang yang tadinya disiplin dan menuruti aturan, jadi careless :) Biasanya orang akan saling menyalahkan, karena memang menyalahi prosedur. Tetapi pendekatan gw dalam masalah ini, selalu berusaha mengupdate sistem baru untuk mencegah hal ini terulang. Faktor terberat dalam problem ini memang masalah resiko kestabilan sistem dan kemalasan developer. But its worthed, because this problem may keep reappearing and haunt you in the future.

2. Dokumentasi tak layak tayang.

Pekerjaan dokumentasi memang pekerjaan yang paling membosankan bagi developer. Alhasil terkadang dokumentasi yang begitu tebal terkadang kita sendiri ogah membacanya. Jika kita saja malas bagaimana dengan user? Bagi mereka mungkin dokumentasi itu seperti kitab dari planet alien, yang penuh dengan kata-kata teknis dan penjelasan yang hanya dimengerti oleh penulisnya :P

Akibat hal ini, jika bertemu masalah user lebih cenderung bertanya ke orang lain dari pada membaca dokumentasinya. Karena hal itu, menurut gw sebaiknya dokumentasi yang tradisional itu sebaiknya di ubah. Kita lebih memakai pendekatan kenyamanan user.

Dokumentasi itu sebaiknya terbagi menjadi 2. Yang pertama tutorial berdasarkan flow akses, misalnya dari login ke halaman A, terus ke halaman B, terus bisa bercabang ke C jika kondisinya X atau ke D jika kondisinya Y.

Yang kedua adalah dokumentasi yang strukturnya terbagi atas domain yang jelas. Sehingga user dapat dengan cepat mencari solusi dari problemnya.

Yang menjadi kunci utama dari dokumentasi ini adalah, dokumentasi sebaiknya bukan di print seperti biasanya . Tetapi diletakkan di sebuah internal web server sebagai sebuah website. Sehingga user dapat memanfaatkan fasilitas search dan juga dokumentasi dapat di update dengan mudah.

3. Generasi Pertama

User Generasi pertama adalah sebuah bom waktu. Mereka adalah orang yang pertama pertama kali berinteraksi dengan yang sistem yang telah selesai. Biasanya para pengguna pertama ini adalah termasuk kalangan sial. Karena sistem belum stabil dan pelatihannya pun masih perlu di perbaiki sana sini, seiring berjalannya pelatihan.

Terkadang ini menyebabkan sedikit kebingungan bagi mereka, karena penjelasan masih mengambang, yang dijelaskan dan di praktekkan bisa berbeda karena terjadi update di sistem, dan terkadang pertanyaan-pertanyaan mereka dijawab dengan 'saya cari tahu dulu yah, besok saya kabari'.

Mereka ini berperan penting, karena merekalah yang biasanya mengajarkan bagi pengguna-pengguna berikutnya, bagaimana cara menggunakan sistem dengan benar. Apalagi jika yang mengajarkan dilanjutkan secara turun temurun. Generasi 1 mengajarkan generasi 2, generasi 2 mengajarkan generasi 3, dst.

Kalau hal ini terjadi di tiap generasi akan terjadi sebuah gap, belum lagi kalau dalam 1 generasi diajarkan oleh orang yang berbeda-beda, lebih kacau lagi.

Oleh karena itu , memberikan dokumen yang konsisten dan mudah di akses menjadi sangat penting. Dan orang-orang dari generasi pertama itu harus sering di update. Karena merekalah yang dapat memudahkan developer untuk menjadi corong bagi generasi-generasi yang lain.

4. Complaint and Explanation

Complain tentu menjadi hal yang menyebalkan bagi developer, karena itu berarti ada masalah dalam program yang dibuatnya dan itu berarti... extra work :( Tapi ada komplain yang lebih menyebalkan, yaitu komplain dari user yang salah persepsi atau malas membaca dokumentasi.

Apapun komplain itu menurut gw tidak cukup kita hanya bilang, 'selesai , sudah di perbaiki'. Terkadang kita perlu juga menjelaskan pokok permasalahan, dan penyelesaiannya. Terutama bagi-bagi user yang interest terhadap sistem. Dengan mendidik user seperti itu, di suatu saat mereka sampai ke tahap dimana mereka memiliki kemampuan untuk menyelesaikan problem sistem dengan cara mereka sendiri. Dan ini invaluable bagi kerja lu sebagai developer.

Tapi tentu saja ada user yang memang seakan-akan tidak punya waktu untuk mendengarkan penjelasan lu. Tipe user ini memang sudah lost dan gak perlu di maintain dengan informasi-informasi tentang sistem. Fix their problem dan tempatkan complaint mereka di prioritas terendah, that should do the trick :P

Epilogue
*duh kayak harpot aja pake epilogue*

Bagi orang-orang yang masih punya kekuatan dalam menentukan kebijaksanaan perusahaan, mungkin informasi ini dapat berguna untuk meningkatkan stabilitas sistem. Dengan kata lain semakin sedikit complaint bagi yang memaintain, it should do you good more than harm.

Bagi gw sendiri yang kemungkinan bakal terjebak dalam sebuah sistem yang sudah baku. Mungkin ini hanya sebuah wacana lalu untuk dikenang, hehehe :D

Wednesday, July 25, 2007

For Those Who Called Them Selves ... Gods

Dulu ada serial hercules di TV. Sebagian ceritanya menceritakan bagaimana orang-orang berlomba-lomba menjadi dewa. Karena para dewa itu begitu perkasa, bisa tiba-tiba nongol dimana saja dan bisa berbuat apa aja. Dewa-dewa itu digambarkan suka menindas manusia dengan kemampuannya.

Kurang lebih begitulah stereotype penggambaran dewa-dewa, wajar saja begitu banyak orang yang ingin memiliki kemampuan seperti itu. Tetapi kalau saat ini gw diberikan tawaran untuk menerima kemampuan para dewa-dewa itu. I will definitely refuse it without hesitation. Why ? Here's my real story.

Kemaren gw pergi beli makan siang ke depan kantor. Sebetulnya biasa aja sih, seperti hari-hari lain. Karena dikantor sekarang gw sendirian jadi biasanya makanannya gw bungkus dan gw bawa makan dikantor.

Diantara beberapa penjual makanan di depan kantor, ada seorang penjual gado-gado. Ibu-ibu, mungkin sekitar umur 35-40 tahun. Lumayan gemuk hingga tulang siku-nya hampir tertutup oleh lemak dari lengannya, memakai jilbab pendek yang menutupi hingga kebahu.

Kenapa gw tertarik sama penjual gado-gado itu ? Karena di antara para pedagang yang sedang sibuk-sibuknya melayani para pembeli. Ibu itu sedang duduk terdiam menunggu pembeli. Secara gw emang gak terlalu suka sama gado-gado, gw segera nyamperin tukang mie ayam langganan gw.

Sambil menunggu pesanan gw jadi. Kadang2 gw ngelirik ke tukang gado-gado itu, miris aja ngeliat keadaan yang begitu kontras sambil berpikir kok gak ada yang beli yah ? 10 menit berlalu, si ibu di keisengannya beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri gerobak dagannya. Hati gw sedikit tersayat-sayat , si ibu ternyata menghitung pendapatannya. Mata gw melihat selembar uang 10 ribuan, dan beberapa lembar uang ribuan. Oh god.. sudah sesiang ini dan dia baru mendapat 20-30 ribu rupiah saja ????

Dalam hati mencoba berpikir, yah namanya orang dagang, mungkin hari ini memang hari 'sepi'-nya dia. Tapi hingga gw kembali ke kantor, gw masih gak bisa menghilangkan perasaan tersayat-sayat tadi. Gw sudah tidak bisa membayangkan lagi, orang-orang yang hidup dengan taraf seperti itu. Karena gw udah kerja disini cukup lama, gw tahu kalo si ibu itu punya dua orang anak yang terkadang suka membantu kalo liburan sekolah. Yang tidak lepas dari kepala gw adalah bayangan bagaimana kalau dia pulang kerumah membawa rejeki segitu aja. Terkadang anak-anak bisa begitu kejam karena mereka masih pure dengan pikiran-pikiran ideal tentang dunia ini. Sehabis bekerja lelah seharian ... ah gak sanggup gw mikirin worst possible situation yang mungkin menanti ibu itu dirumah. Mudah2an aja dia di nanti oleh anak-anak yang baik dan pengertian.

Sedikit banyak mungkin pemikiran gw dipengaruhi oleh pemikiran tentang nyokap. Yah dari postur mungkin ibu itu sedikit mengingatkan gw ke nyokap. Terpikir bagaimana dulu gw sering ribut ama nyokap dari semenjak kecil hingga beranjak dewasa. Sekarang kadang masih juga sih, tapi gw udah lebih banyak menahan diri, dan berusaha membahagiakan nyokap dengan sering-sering ngajak makan dan jalan2. Its not enough, but its the best i can do for now :(

Pikiran gw melayang lagi ke ibu-ibu yang masih bertarung dengan pekerjaan dan juga anaknya. Ibu-ibu yang susah payah, tapi terkadang nasib tidak memberikan keberuntungan. Ibu-ibu yang sampai akhir hayatnya tetap memikirkan anak-anaknya, tetapi mata hati anak-anaknya tetap tertutup rapat. Pahit dan getir sekali :(

Kembali ke kenapa gw menyambungkan hal ini dengan dewa-dewa. Kalau kamu diberikan kemampuan seperti dewa-dewa yang gw gambarkan sebelumnya, kamu juga akan mendapatkan sebuah kemampuan yang bagi gw efeknya terlalu berat. Kemampuan untuk melihat langsung banyak hal di dunia ini. Di saat melihat kejadian di sekitar gw aja, gw udah begitu miris, gak kebayang apa jadinya gw kalau seandainya gw ngeliat hal-hal yang lebih menyedihkan di seluruh pelosok ujung dunia. Bisa-bisa seluruh diri gw hancur berkeping-keping. Dan itulah kenapa pasti gw menolak kemampuan seperti itu !

Cukup membahas hal-hal yang sifatnya imaginer , its time for the real stuff. Sebenernya dewa-dewa itu gak seluruhnya imaginer. Kalo kita ngeliat ke sekeliling, banyak banget manusia-manusia yang sedang berusaha mencapai tahap menjadi 'dewa'. Dengan begitu banyak kekuasaan, kekayaan, dan kepintaran yang berada ditangan 'dewa-dewa' itu, manusia lain benar-benar seperti mainan bagi mereka. Walaupun mereka tidak berada di puncak gunung olimpus, tapi mereka bekerja di sebuah kotak tinggi, berkomunikasi menggunakan kotak kecil di antara mulut dan telinganya, berangkat kekantor dengan kotak beroda, dan pulang kerumah kotak yang dibentengi oleh pagar tinggi. Mungkin ke-isolasi-an ini pula yang membuat hati mereka sudah berubah menjadi kotak, dengan ujung-ujung lancip yang siap menyakiti siapapun.
Secara jujur gw takut. Kalau gw terus mengikuti jenjang nasib ini, gw ikut-ikutan mengejar gelar ke-'dewa'-an seperti itu. Potensi diri yang ada mungkin sekali di pupuk untuk membuat hal-hal seperti itu bukan mimpi belaka. Dan kalaupun gw berhasil mempertahankan diri gw untuk tidak menjadi seperti mereka, kemampuan untuk melihat kepedihan di berbagai pelosok telah menanti untuk menghancurkan jati diri gw.

So god, aku tak tahu seberapa besar hati mu. Mampu menampung jeritan hati orang-orang yang takdirnya telah tertulis dengan kepedihan tak berujung. Mampu mengiringi perjalanan orang-orang yang akhir hidupnya tertulis dengan tinta penderitaan. Aku hanya bisa berharap, kau mendengarkan doa ku, yang menyembunyikan diri untuk tetap menjadi manusia biasa. Semoga saja ibu pedagang gado-gado itu lebih banyak memiliki hari-hari dimana dia pulang dengan wajah berseri-seri atas rejeki melimpah yang diterimanya, dari pada hari-hari dimana dia mengingatkan ku akan kekelaman di dunia ini.

~ineedhelp
~duhHampirGakSanggupNyelesaiinTulisanIni

Thursday, July 12, 2007

its a done deal..

Yup, hari ini gw tanda tangan kontrak di perusahaan baru gw. Yang berarti juga mengakhiri trilogy pencarian kantor baru gw *duh trilogy dari mana yah, perasaan cuma 2:P*. Sedikit deg-deg-an karena setelah tanda tangan kontrak kerasa banget real-nya. Perubahan-perubahan dan resiko-resiko yang gw ambil, sedikit takut, padahal udah memantapkan diri dari jauh-jauh hari.

Sebetulnya bulan ini sedikit hectic bagi gw. Urusan kantor baru ini, menyelesaikan administrasi dan hal2 sosial dikantor lama. Project sampingan, project yang gw kerjain dengan teman-teman gw, dan tentu saja... Piala Asia!!

With all of that my body become a bit fatigue, but totally worth it. Apalagi setelah menonton kemenangan kandang pertama indonesia di piala asia. Dan menjadi 1/65.000 bagian dari sejarah :D

So you see why I'm exhausted. I Better get my priority sorted out. At least this one thing is settled, hopefully i can managed everything in time.

Ganbatte kudasai