Pages

Friday, September 26, 2008

Jadi Pertanyaannya Adalah ....

What kind of Life do you want to Live ?

Pertanyaan itu kembali menelusuri tiap ujung sel-sel kelabu gw. Seperti virus yang tidak bisa dimatikan, walaupun dormant untuk beberapa saat, tetapi selalu muncul kembali.

Kalo melihat karir gw, dimulai dari part time sebelum kuliah. Kerja diperusahaan 'religius' dengan gaji minim. Kemudian menghabiskan waktu 3 tahun menimba ilmu dengan gaji average, pindah ke perusahaan multinasional, hingga sekarang berada di perusahaan kelas A dibidang gw. Waktu terasa begitu cepat, tidak pernah gw bayangkan sebelumnya dalam waktu belum sampai 5 tahun gw bisa berada di posisi ini. Padahal di awal karir, progressnya begitu lambat.

Semua hal itu gw coba jalani dengan ikhlas, dalam rangka pencarian apakah makna profesionalitas itu sebenarnya. Untuk urusan gaji, selama masih cukup buat ongkos, makan, ngasih ortu dan bersenang-senang sedikit, itu masih dirasakan cukup oleh gw. Harus belajar mensyukuri nikmat yang diberikan.

Selain itu yang ada dipikiran gw adalah, uang bukanlah satu2nya hal yang gw raih. Gw ingin belajar, tentang a lot of things, yang bisa membantu gw mewujudkan impian gw nantinya.

Tetapi sekarang yang menjadi pertanyaan. Sampai kapan mau belajar terus ? Apakah selamanya, alasan belajar digunakan untuk menutupi ketidakberanian mendobrak posisi yang sudah nyaman dan mungkin berlebih ini. Disaat materi lebih dari cukup dan masa depan penuh kepastian ? Ataukah memang benar bahwa sekarang belum saatnya, belum cukup waktu, belum cukup belajar ?

Terkadang gw iri dengan orang2 yang bisa hidup bebas. Dimana prinsip mereka tidak membelenggu mereka. Disaat orang-orang kantoran ketakutan kehilangan kemapanan, sehingga rasa keadilan dan kreativitas mereka semakin hari semakin terbelenggu dan lama2 lenyap.

Is it worth it to live like that ?

Karena orang-orang seperti itu akan disanjung-sanjung seperti pahlawan ketika masyarakat membutuhkan pendobrak terhadap peraturan2 yang sudah tidak sesuai jaman lagi. Tetapi dilain hari mereka bisa dianggap outcast karena orang-orang yang tadinya mendukungnya kembali kekehidupan mereka yang nyaman dan tanpa resiko.

Susah sekali menjawab pertanyaan ini, karena yang bertanya pun sebenarnya tidak tahu inti dari pertanyaan itu apa. Apakah sekedar gundah gulana, atau hanya bagian dari masa perubahan ? Tetapi apapun maknanya, tetap saja, hati yang gundah gulana harus menemukan jawaban untuk ketenangannya.

No comments: